Syekh Zainal Abidin: Tokoh dan Pendiri Masjid Tertua di Padangsidimpuan

Masjid Syekh Zainal Abidin, Masjid Tertua di Padangsidimpuan

Dibangun Tahun 1901, Tak Banyak Berubah dari Bentuk Asli

Masjid Syekh Zainal Abidin di Desa Pudun Jae, Kecamatan Padangsidimpuan (Psp) Batunadua merupakan masjid tertua di Kota Psp. Masjid yang berornamen perpaduan antara gaya Arab dan Jawa tersebut selesai dibangun pada tahun 1901.

Haposan Hasibuan, Sidimpuan

Komposisi bangunan Masjid Syekh Zainal Abidin di antaranya terbuat dari susunan batu kapur dan tanah, ditopang 1 pilar di dalam ruangan dan 8 pilar di bagian luar masjid. Daya tampung masjid ini diperkirakan bisa menampung 100 jamaah.

Selain itu, masjid ini juga memiliki lima buah menara. Walaupun bangunannya masih bergaya lama, tapi kemegahan dan kekokohan masjid yang berada di sudut simpang empat by pass dengan jalur Silandit-Lopo Ujung ini masih dapat dilihat hingga kini. Begitu juga jamaah yang datang juga tidak pernah sepi atau cukup banyak menyempatkan salat di Masjid Syekh Zainal Abidin.

Lokasi masjid yang berada di pinggiran persawahan ring road by pass membuat posisi masjid cukup strategis. Sehingga sering didatangi para pelintas yang kebetulan lewat dan singgah. Apalagi jamaah juga disuguhi pemandangan hamparan sawah yang eksotik plus kesejukan dan kenyamanan, meskipun sebenarnya kondisi masjid tidak disentuh AC ataupun kipas angin. Air sumur yang berada di belakang masjid menurut beberapa orang, sangat berkhasiat dan mujarab untuk obat.

Satu daya tarik dan cukup unik masjid ini karena dari keseluruhan arsitekturnya sangat berbeda dari masjid lainnya di Kota Psp. Desain dari dinding yang begitu tebal pada bagian atas yang berhubung dengan bagian atapnya tidak datar seperti pada umumnya seluruh bangunan dan masjid. Akan tetapi keseluruhan dinding bagian atasnya melengkung dan sepertinya menggambarkan lafaz Allah.

Masjid ini juga sampai sekarang tak banyak berubah dari bentuk aslinya. Namun akibat telah berumur, sudah banyak yang direnovasi seperti di bagian luar. Yakni, bak penampungan air yang digunakan sebagai tempat mengambil air wudhu bagi yang hendak salat, saat ini telah dikeramik. Begitu juga daun jendelanya telah diganti dan lantai bagian dalam masjid juga telah direhab dan dijadikan keramik.

Bangunan masjid Syekh Zainal Abidin dengan luas sekitar 12 x 11 meter memiliki ketebalan dinding dengan diameter sekitar 60 hingga 80 centimeter. Terdapat jendela besar sebanyak empat sebagai ventilasi udara. Juga terdapat jendela dengan ukuran yang lebih kecil sebanyak 4 buah, memiliki 1 pilar penyangga di bagian ruangan dalam, dan 8 pilar di bagian luar.

Generasi keempat dari almarhum Syekh Zainal Abidin yaitu Yunan kepada METRO, Minggu (15/8), bercerita sepintas perjalanan panjang dari Syekh Zainal Abidin yang kemudian membangun masjid hingga akhir hayatnya dan dimakamkan bertempat di Pemakaman Tor Gubah atau sekitar 1 kilometer dari masjid.

“Masjid Zainal Abidin dibangun pada tahun 1901. Sebelumnya di tempat yang sama sejak tahun 1800-an juga berdiri masjid, tapi masih berbentuk panggung. Dulu masjid tersebut selain untuk sarana tempat beribadah bagi masyarakat juga pernah dijadikan sebagai tempat ‘parsulukan’,” ujar Yunan.

Lebih lanjut Yunan mengisahkan, sesuai penuturan yang didapatnya dari ayah dan kakeknya serta kakek buyutnya mengungkapkan sedikit perjalanan Syekh Zainal Abidin yang sudah melanglang buana menuntut ilmu agama bahkan hingga sampai ke Banten dan ke jazirah Arab.

“Banyak tempat belajar menuntut ilmu agama yang sudah dilaluinya, bahkan hingga Banten dan Arab Saudi. Hal itu juga membuktikan tingkat keilmuannya yang sudah tinggi sehingga beliau (Syekh Zainal Abidin, red) bukan hanya dikenal di seantero Tabagsel, tapi dikenal sampai ke Medan, Duri Riau. Bahkan salah satu sumber pernah bercerita di tempat asalnya di daerah Ciomas Banten juga terdapat nama masjid yang sama, begitu juga gaya arsitekturnya. Dan memang kalau dirunut ke belakang dari perjalanan beliau lama di daerah tersebut,” ungkapnya.

Diutarakan Yunan, dirinya tidak banyak mengetahui bagaimana detail perjalanan hidup Syekh Zainal Abidin. Tapi yang jelas Syekh Zainal Abidin adalah pengembang syiar agama Islam yang sangat terkenal.

“Sebenarnya saat ini tidak banyak referensi yang bisa didapat dan yang bisa diketahui dari beliau. Contohnya saja tulisan kaligrafi serta ornamen indah di dinding masjid tidak diketahui apa artinya, makanya kita sangat berharap ciri khas dan bangunannya tetap terjaga,” pungkasnya.

Kakan Kemenag Psp Drs Efri Hamdani Harahap kepada METRO mengatakan, sesuai data yang dimiliki pihaknya, masjid yang paling tua di Kota Psp dan umurnya telah mencapai satu abad yakni Masjid Syekh Zainal Abidin di Desa Pudun Jae. Kemudian disusul Masjid Raya Lama tepatnya di Kelurahan Wek 1 Kecamatan Psp Utara
0 تعليق